Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Jumat, 26 September 2014

Syarat-Syarat Diterimanya Syafa’at

بسم الله الرحمن الرحيم

Syafa’at adalah permohonan dari si pemohon (al masyfu’ lahu) melalui si perantara (asy syaafi’) kepada si pemilik syafa’at (al musyaffi’) untuk mendapatkan suatu manfaat ataupun menolak suatu kemudharatan. Syafa’at dapat terjadi dalam perkara mu’amalah antara sesama makhluk dan dapat juga terjadi dalam perkara din antara Khaliq (Allah subhanahu wa ta’ala) dan makhluk.

Syafa’at dalam perkara agama hanya boleh diminta kepada Allah subhanahu wa ta’ala saja, tidak boleh kepada yang lain, karena hanya Allah sajalah Sang Pemilik syafa’at. Yang dimaksud dengan perkara agama di sini adalah perkara-perkara yang hanya mampu dilakukan oleh Allah ta’ala saja, seperti pengampunan dosa, pembebasan dari neraka, keringanan di padang mahsyar, dll. Barangsiapa yang meminta syafaat kepada selain Allah, maka dia telah kafir.

Dalil bahwasanya syafa’at itu hanya milik Allah adalah firman-Nya:

قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

“Katakanlah: “Hanya kepunyaan Allah syafa’at itu semuanya. Milik-Nya kerajaan langit dan bumi.” [QS Az Zumar: 44]

Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah menyebutkan di dalam kitab Asy Syafa’ah beberapa syarat agar syafa’at bisa diterima oleh Allah. Syarat-syaratnya adalah sebagai berikut (kami nukilkan dengan sedikit perubahan yang tidak mengubah makna):

1. Pihak yang menjadi perantara syafa’at (asy syafi’) harus mampu untuk memberikan syafa’at.

Oleh karena itu, orang yang telah meninggal -seberapapun shalihnya- atau sesuatu yang tidak bisa memberikan manfaat dan menolak mudharat, maka ia tidak boleh dijadikan sebagai perantara syafa’at.

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah.” Katakanlah: “Apakah kalian mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” Maha suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu).” [QS Yunus: 18]

2. Orang yang akan disyafa’ati (al masyfu’ lahu) harus beragama Islam.

Jika dia beragama selain Islam, maka dia tidak berhak untuk mendapatkan syafa’at. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاعُ

“Orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya.” [QS Ghafir / Al Mu`min: 18]

Yang dimaksud dengan orang zhalim di sini adalah orang-orang kafir berdasarkan firman Allah ta’ala:

وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ

“Orang-orang kafir, itulah orang-orang yang zhalim.” [QS Al Baqarah: 254]

3. Adanya izin dari Allah terhadap si perantara syafa’at (asy syafi’).

Jika Allah tidak mengizinkan hamba-Nya untuk menerima syafa’at, maka dia tidak akan bisa untuk memberikan syafa’at sedikitpun. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ

“Siapakah yang dapat memberikan syafa’at di sisi Allah kecuali dengan izin-Nya?” [QS Al Baqarah: 255]

4. Allah meridhai orang yang akan disyafa’ati (al masyfu’ lahu).

Jika Allah tidak meridhai hamba-Nya untuk mendapatkan syafa’at, maka dia tidak akan bisa menerima syafa’at.

Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى

“Berapa banyaknya malaikat di langit yang syafa’at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai(-Nya).” [QS An Najm: 26]

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:

وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى

“Mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang Dia (Allah) ridhai.” [QS Al Anbiya`: 28]

والحمد لله رب العالمين

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !