Bismillahirrahmanirrahim | Berkata Abdullah ibnu Abbas radhiallahu 'anhu: "Tidaklah datang kepada manusia suatu tahun yang baru melainkan mereka pasti akan membuat bid'ah baru dan mematikan sunnah sehingga hiduplah bid'ah dan matilah sunnah." Diriwayatkan oleh Ibnu Wadhdhah di dalam kitab Al Bida' wan Nahyu 'anha | Berkata Sufyan Ats Tsauri rahimahullahu ta'ala: "Bid'ah lebih disukai Iblis daripada maksiat karena maksiat akan ditaubati sedangkan bid'ah tidak akan ditaubati." Diriwayatkan oleh Al Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (1/216) | Berkata Sufyan bin Uyainah rahimahullahu ta'ala: "Barangsiapa yang rusak dari kalangan ulama kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ulama Yahudi dan barangsiapa yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita maka pada dirinya terdapat kemiripan dengan ahli ibadah Nasrani." |

Rabu, 14 Oktober 2015

Hukum Meludah ke Arah Tertentu

بسم الله الرحمن الرحيم

Setiap orang pasti pernah meludah. Ini disebabkan karena tubuh manusia memiliki suatu kelenjar yang terus-menerus menghasilkan air liur. Ketika meludah, ada sebagian orang yang meludah ke depan, ada pula yang ke arah kanan, dan ada pula yang ke arah kiri. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana ketentuan syariat tentang arah meludah. Apakah boleh meludah ke semua arah ataukah ada perincian dalam hal ini.

Berikut ini kami sampaikan tentang perincian hukum meludah ke arah tertentu.

1. Meludah ke arah qiblat.

Meludah ke arah qiblat hukumnya adalah haram apabila dalam keadaan sedang melaksanakan shalat.

Dalil yang menunjukkan kepada larangan ini adalah hadits Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِذَا كَانَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ فَلَا يَبْزُقَنَّ بَيْنَ يَدَيْهِ وَلَا عَنْ يَمِينِهِ وَلَكِنْ عَنْ شِمَالِهِ تَحْتَ قَدَمِهِ الْيُسْرَى

“Apabila (seseorang) berada di dalam shalatnya maka sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada Rabbnya. Maka janganlah dia meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke arah kanannya, akan tetapi (meludahlah) ke arah kiri (atau) ke bawah kaki kirinya.” [HR Al Bukhari (1214) dan Muslim (551)]

Dalil lainnya adalah hadits Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:

من تفل تجاه القبلة جاء يوم القيامة تفله بين عينيه

“Barangsiapa yang meludah ke arah qiblat, maka dia akan datang di hari kiamat dalam keadaan ludahnya berada di antara kedua matanya.” [HR Abu Daud (3824). Hadits shahih.]

Adapun jika sedang tidak melaksanakan shalat, sebagian ahlul ‘ilmi mengatakan hukumnya juga diharamkan. Mereka berdalil dengan keumuman hadits di atas. Akan tetapi yang rajih adalah meludah ke arah qiblat di luar sholat atau di luar masjid tidak diharamkan. Alasannya adalah karena riwayat yang umum telah dibatasi (muqayyad) oleh hadits Anas bin Malik di atas yang mengkhususkan larangan hanya di dalam shalat. Ini juga merupakan pilihan dari guru kami Syaikh Yahya bin Ali Al Hajuri hafizhahullah ta’ala.

b. Meludah ke arah kanan.

Meludah ke arah kanan hukumnya adalah haram secara mutlak menurut kebanyakan ulama, baik di dalam shalat ataupun di luar sholat, baik di dalam masjid ataupun di luar masjid.

Dalilnya adalah hadits Anas bin Malik yang disebutkan di atas. Selain itu, meludah ke arah kanan dilarang karena di sebelah kanannya terdapat malaikat pencatat kebaikan, sebagaimana telah datang atsar dari Hudzaifah ibnul Yaman radhiallahu ‘anhu, dia berkata:

فلا يبزق بين يديه ولا عن يمينه فإن عن يمينه كاتب الحسنات، ولكن يبزق عن يساره أو خلف ظهره

“Maka janganlah (seseorang) meludah ke arah depannya (qiblat) dan jangan pula ke arah kanannya karena di sebelah kanannya ada (malaikat) pencatat kebaikan, akan tetapi (meludahlah) ke arah kirinya atau ke belakang punggungnya.” [Atsar riwayat Ibnu Abi Syaibah (7454). Sanadnya shahih.]

c. Meludah ke arah kiri.

Meludah ke arah kiri hukumnya adalah diperbolehkan secara mutlak. Baik itu dilakukan ketika di dalam shalat ataupun ketika di luar shalat, baik di dalam mesjid ataupun di luar masjid.

Khusus di dalam shalat, meludah ke arah kiri dilakukan jika tidak ada orang lain di sebelah kirinya. Adapun jika di sebelah kirinya ada orang lain, maka dia meludah ke bawah kaki kirinya. Begitu pula, jika mesjid tempat dia melaksanakan shalat beralaskan karpet atau keramik, maka hendaklah dia meludah ke ujung pakaiannya sendiri atau menggunakan handuk kecil, tisu, atau sapu tangan.

Dalil-dalil yang membolehkan meludah ke arah kiri sudah lewat penyebutannya di atas.

Jika ada yang bertanya: Bukankah di sebelah kiri itu ada malaikat pencatat amalan jelek seorang hamba, lantas mengapa meludah ke arah kiri diperbolehkan sedangkan meludah ke arah kanan tidak diperbolehkan?

Jawaban atas pertanyaan ini ada dua, yaitu:

Pertama: Meludah ke arah kiri telah mendapatkan izin khusus dari Rasulullah صلى الله عليه وسلم , sedangkan meludah ke arah kanan telah shahih larangannya dari beliau, sehingga wajib bagi kita untuk menerimanya.

Kedua: Dikhususkannya larangan meludah ke arah kanan adalah sebagai bentuk penghormatan dan pemuliaan kepada malaikat pencatat amalan kebaikan.

Demikianlah jawaban yang kami simpulkan dari tulisan Imam Ash Shan’ani rahimahullah di dalam kitab Subulus Salam (2/26). Adapun ucapan beliau yang mengatakan bahwa salah satu sebab dibolehkannya meludah ke sebelah kiri adalah karena malaikat pencatat kejelekan tidak hadir di sisi kiri seseorang ketika dia shalat, lalu beliau berdalil dengan hadits Umamah riwayat Ath Thabrani, ucapan ini tidak kami cantumkan di atas sebagai jawaban karena sanad hadits ini dha’if. Wallahu a’lam.

والحمد لله رب العالمين

Sumber: Disadur dengan perubahan seperlunya dari Fathul ‘Allam karya Syaikh Muhammad bin Hizam, Taudhihul Ahkam karya Syaikh Abdullah Al Bassam, dan Subulus Salam karya Ash Shan’ani.

Jumlah tampilan:



Anda memiliki tugas menerjemahkan artikel berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dan tidak memiliki waktu untuk mengerjakannya? Kunjungi TransRisalah : Jasa Pengetikan dan Terjemah Bahasa Arab-Indonesia !